Indonesia

Immigration History from Indonesia to Victoria

Before white settlement of Australia, Indonesian fishermen from Makasar established trading contact with Indigenous communities in northern Australia. They constructed outdoor factories to process trepang (sea slug) for the Chinese market, but established no permanent settlements.

From the 1870s Indonesians were recruited to work in the pearling and sugar cane industries in northern Australia. Around 1,000 Indonesians were living in Australia by Federation, almost all in Queensland and Western Australia. With the introduction of the White Australia Policy in 1901, most sugar workers returned to Indonesia, although some pearl divers remained. Few settled in Victoria, and those who did were probably Dutch Indonesians – the Netherlands had controlled the Indonesian archipelago since the 19th century.

During World War II, many Indonesian nationalists were based in Melbourne, and in 1949 Indonesian’s struggle for independence succeeded. From the early 1950s Indonesian students became temporary residents under the Colombo Plan, and by 1961 the Indonesia-born community of Victoria numbered 1,279. A large number were Dutch Indonesians who had been forced out of Indonesia after World War II.

The end of the White Australia Policy in the early 1970s saw increasing numbers of Indonesians arrive. Between 1986 and 1996, the community increased four-fold, to 12,128. Many of the new arrivals were students on temporary visas; others came under family reunion or skilled migration programs. By 2016 the Indonesia-born population of Victoria was 17,806.

The religious diversity within the Indonesia-born community in Victoria is reflective of its multi-racial makeup: 57% is Christian, 17% Muslim, 12% Buddhist and 2% Hindu. Almost three-quarters still speak Indonesian at home. Those employed work in a variety of areas, with over one-third in professional roles. The community lives largely around inner Melbourne, and is enriched by several community and cultural groups. Major community events include celebrations for Indonesian Independence Day on 17 August and the end of Ramadan, enjoyed by Muslims and non-Muslims alike.

Immigration History from Indonesia (Bahasa) to Victoria

Sebelum orang kulit putih bermukim di Australia, nelayan penangkap ikan dari Makasar telah menjalin hubungan dagang dengan komunitas penduduk pribumi di wilayah utara Australia. Mereka mendirikan semacam pabrik terbuka guna mengolah trepang untuk pasaran Cina. Namun mereka itu tidak mendirikan pemukiman yang permanen.

Sejak tahun 1870-an orang Indonesia direkrut untuk bekerja di industri mutiara dan perkebunan tebu di wilayah utara Australia. Menjelang terbentuknya Federasi Australia, sekitar 1000 orang Indonesia tinggal di Australia, yang hampir semuanya tinggal di Queensland dan di Australia Barat. Dengan diterapkannya kebijakan Australia Putih (White Australia Policy) pada tahun 1901, sebagian besar pekerja kebun tebu kembali ke Indonesia, walau beberapa penyelam mutiara tetap tinggal di Australia. Sebagian dari mereka yang tinggal menetap di Victoria, dan mereka itu kemungkinannya adalah orang Belanda Indonesia – negara Belanda menguasai kepulauan Indonesia sejak abad ke 19.

Selama Perang Dunia II, banyak nasionalis Indonesia yang berbasis di Melbourne, dan pada tahun 1949 perjuangan Indonesia untuk memperoleh kemerdekaannya berhasil. Sejak awal tahun 1950-an, dibawah Colombo Plan, pelajar Indonesia menjadi penduduk sementara, dan menjelang tahun 1961 komunitas orang-orang kelahiran Indonesia di Victoria mencapai 1.279 orang. Sebagian besarnya adalah orang Belanda Indonesia yang dipaksa keluar dari Indonesia setelah Perang Dunia II.

Dengan berakhirnya Kebijakan Australia Putih (the White Australia Policy) pada awal 1970-an, jumlah orang Indonesia yang datang ke Australia meningkat. Antara tahun 1986 dan 1996 komunitas Indonesia jumlahnya menjadi empat kali lipat, 12.128 orang. Kebanyakan mereka yang baru datang itu adalah pelajar dengan visa sementara; sedangkan yang lainnya datang melalui program reuni keluarga atau program migran trampil. Menjelang tahun 2011 penduduk Australia kelahiran Indonesia di Victoria berjumlah 15.405.

Keberanekaragaman agama dalam komunitas Victoria kelahiran Indonesia mencerminkan komposisi multi-rasnya: 57% Kristiani, 17% Muslim, 12% penganut Buda dan 2% penganut agama Hindu. Hampir tiga perempatnya masih berbahasa Indonesia di rumah. Mereka yang mempunyai pekerjaan, bekerja di berbagai bidang dan lebih dari sepertiganya dalam kapasitas sebagai profesional. Komunitas Indonesia kebanyakannya tinggal di suburb sekitar pusat kota Melbourne, yang diperkaya dengan beberapa kelompok komunitas dan budaya. Peristiwa komunitas yang besar termasuk perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus dan perayaan lebaran pada akhir Ramadhan yang dinikmati baik oleh warga Muslim dan non Muslim.

Average Age

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Age Distribution

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Population

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Gender split for  

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Occupations

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Religions

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics

Languages

Dataset: Indonesia Source: Australian Bureau of Statistics